Pancasila adalah dasar ideologi-ideologi negara Indonesia. Atau dikenal juga sebagai Falsafah Negara. Nama ini terdiri dari dua kata dari Sanskerta: pañca berarti lima dan śīla berarti prinsip atau asas. Pancasila merupakan rumusan dan pedoman kehidupan berbangsa dan bernegara bagi seluruh rakyat Indonesia.
Lima sendi utama penyusun Pancasila adalah Ketuhanan Yang Maha Esa, kemanusiaan yang adil dan beradab, persatuan Indonesia, kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan, dan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia, dan tercantum pada alinea ke-4 Preambule (Pembukaan) Undang-Undang Dasar 1945.
Meskipun terjadi perubahan kandungan dan urutan lima sila Pancasila yang berlangsung dalam beberapa tahap selama masa perumusan Pancasila pada tahun 1945, tanggal 1 Juni diperingati sebagai hari lahirnya Pancasila sebagaimana pertamakalinya diperdengarkan dihadapan sidang BPUPKI oleh Ir.Soekarno sebagai rumusan dasar ideologi dan falsafah negara. Dan tanggal 18 Agustus 1945 Pancasila disahkan sebagai dasar ideologi dan falsafah negara dengan kelima isi Pancasila yang saat ini kita kenal.
Sejarah Lahirnya Pancasila
Pada tanggal 1 Maret 1945 dibentuk Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia yang diketuai oleh Dr. Kanjeng Raden Tumenggung (K.R.T.) Radjiman Wedyodiningrat. Dalam pidato pembukaannya, dr. Radjiman antara lain mengajukan pertanyaan kepada anggota-anggota Sidang, “Apa dasar Negara Indonesia yang akan kita bentuk ini?”[1]
Dalam upaya merumuskan Pancasila sebagai dasar negara yang resmi, terdapat usulan-usulan pribadi yang dikemukakan dalam Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia yaitu:
- Lima Dasar oleh Muhammad Yamin, yang berpidato pada tanggal 29 Mei 1945. Yamin merumuskan lima dasar sebagai berikut: Peri Kebangsaan, Peri Kemanusiaan, Peri Ketuhanan, Peri Kerakyatan, dan Kesejahteraan Rakyat. Dia menyatakan bahwa kelima sila yang dirumuskan itu berakar pada sejarah, peradaban, agama, dan hidup ketatanegaraan yang telah lama berkembang di Indonesia. Mohammad Hatta dalam memoarnya meragukan pidato Yamin tersebut.[2]
- Panca Sila oleh Soekarno yang dikemukakan pada tanggal 1 Juni 1945 dalam pidato spontannya yang kemudian dikenal dengan judul “Lahirnya Pancasila“.[3]. Soekarno mengemukakan dasar-dasar sebagai berikut: Kebangsaan Indonesia atau nasionalisme, Kemanusiaan atau internasionalisme, Mufakat atau Demokrasi, Kesejahteraan Sosial, Ketuhanan yang berkebudayaan. Nama Pancasila itu diucapkan oleh Soekarno dalam pidatonya pada tanggal 1 Juni itu, katanya:
- Sekarang banyaknya prinsip: kebangsaan, internasionalisme, mufakat, kesejahteraan, dan ketuhanan, lima bilangannya. Namanya bukan Panca Dharma, tetapi saya namakan ini dengan petunjuk seorang teman kita ahli bahasa – namanya ialah Pancasila. Sila artinya asas atau dasar, dan di atas kelima dasar itulah kita mendirikan negara Indonesia, kekal dan abadi.
Sebelum sidang pertama itu berakhir, dibentuk suatu Panitia Kecil untuk:
- Merumuskan kembali Pancasila sebagai dasar Negara berdasarkan pidato yang diucapkan Soekarno pada tanggal 1 Juni 1945.
- Menjadikan dokumen itu sebagai teks untuk memproklamasikan Indonesia Merdeka.
Dari Panitia Kecil itu dipilih 9 orang yang dikenal dengan Panitia Sembilan, untuk menyelenggarakan tugas itu. Rencana mereka itu disetujui pada tanggal 22 Juni 1945 yang kemudian diberi nama Piagam Jakarta.
Setelah Rumusan Pancasila diterima sebagai dasar negara secara resmi beberapa dokumen penetapannya ialah:
- Rumusan Pertama: Piagam Jakarta (Jakarta Charter) – tanggal 22 Juni 1945
- Rumusan Kedua: Pembukaan Undang-undang Dasar 1945 – tanggal 18 Agustus 1945
- Rumusan Ketiga: Mukaddimah Konstitusi Republik Indonesia Serikat – tanggal 27 Desember 1949
- Rumusan Keempat: Mukaddimah Undang-undang Dasar Sementara – tanggal 15 Agustus 1950
- Rumusan Kelima: Rumusan Pertama menjiwai Rumusan Kedua dan merupakan suatu rangkaian kesatuan dengan Konstitusi (merujuk Dekret Presiden 5 Juli 1959)
Presiden Joko Widodo pada tanggal 1 Juni 2016 telah menandatangani Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 24 Tahun 2016 tentang Hari Lahir Pancasila sekaligus menetapkannya sebagai hari libur nasional yang berlaku mulai tahun 2017.[4].
Hari Kesaktian Pancasila
Pada tanggal 30 September 1965, terjadi insiden yang dinamakan Gerakan 30 September (G30S). Insiden ini sendiri masih menjadi perdebatan di tengah lingkungan akademisi mengenai siapa penggiatnya dan apa motif di belakangnya. Akan tetapi, otoritas militer dan kelompok keagamaan terbesar saat itu menyebarkan kabar bahwa insiden tersebut merupakan usaha PKI mengubah unsur Pancasila menjadi ideologi komunis, untuk membubarkan Partai Komunis Indonesia, dan membenarkan peristiwa Pembantaian di Indonesia 1965–1966.
Pada hari itu, enam jenderal dan satu kapten serta berberapa orang lainnya dibunuh oleh oknum-oknum yang digambarkan pemerintah sebagai upaya kudeta. Gejolak yang timbul akibat G30S sendiri pada akhirnya berhasil diredam oleh otoritas militer Indonesia. Pemerintah Orde Baru kemudian menetapkan 30 September sebagai Hari Peringatan Gerakan 30 September G30S dan tanggal 1 Oktober ditetapkan sebagai Hari Kesaktian Pancasila.
Fungsi dan Kedudukan Pancasila
berikut ini adalah beberapa fungsi dan kedudukan Pancasila bagi negara kesatuan Republik Indonesia[5] :
- Pancasila sebagai Jiwa Bangsa Indonesia. Sebagai nilai nilai kehidupan dalam masyarakat bangsa Indonesia melalui penjabaran instrumental sebagai acuan hidup yang merupakan cita-cita yang ingin dicapai serta sesuai dengan nafas jiwa bangsa Indonesia dan karena Pancasila lahir bersama dengan lahirnya bangsa Indonesia
- Pancasila sebagai Kepribadian Bangsa Indonesia. Merupakan bentuk peran dalam menunjukan adanya kepribadian bangsa Indonesia yang dapat di bedakan dengan bangsa lain, yaitu sikap mental, tingkah laku, dan amal perbuatan bangsa Indonesia
- Pancasila sebagai pandangan hidup bangsa Indonesia. Merupakan kristalisasi pengalaman hidup dalam sejarah bangsa Indonesia yang telah membentuk sikap, watak, perilaku, tata nilai norma, dan etika yang telah melahirkan pandangan hidup
- Pancasila sebagai dasar negara Indonesia. Untuk mengatur tatanan kehidupan bangsa Indonesia dan negara Indonesia, yang mengatur semua pelaksanaan sistem ketatanegaraan Indonesia sesuai Pancasila
- Pancasila sebagai sumber dari segala sumber hukum bagi negara Republik Indonesia[6]. Sebagai segala sumber hukum di negara Indonesia karena segala kehidupan negara Indonesia berdasarkan pancasila, juga harus berlandaskan hukum. Semua Tindakan kekuasaan dalam masyarakat harus berlandaskan hukum
- Pancasila sebagai perjanjian luhur bangsa Indonesia pada waktu mendirikan negara. Karena pada waktu mendirikan negara Pancasila adalah perjanjian luhur yang disepakati oleh para pendiri negara untuk dilaksanakan, pelihara, dan dilestarikan
- Pancasila sebagai cita-cita dan tujuan bangsa indonesia. Dalam Pancasila mengandung cita-cita dan tujuan negara Indonesia yang menjadikan Pancasila sebagai patokan atau landasan pemersatu bangsa
Butir Pengamalan Pancasila
Berdasarkan Ketetapan MPR No.II/MPR/1978
- 1. Ketuhanan Yang Maha Esa
- Percaya dan takwa kepada Tuhan Yang Maha Esa sesuai dengan agama dan kepercayaan masing-masing menurut dasar kemanusiaan yang adil dan beradab.
- Hormat menghormati dan bekerja sama antar pemeluk agama dan penganut-penganut kepercayaan yang berbeda-beda sehingga terbina kerukunan hidup.
- Saling menghormati kebebasan menjalankan ibadah sesuai dengan agama dan kepercayaannya.
- Tidak memaksakan suatu agama dan kepercayaan kepada orang lain.
- 2. Kemanusiaan yang adil dan beradab
- Mengakui persamaan derajat persamaan hak dan persamaan kewajiban antara sesama manusia.
- Saling mencintai sesama manusia.
- Mengembangkan sikap tenggang rasa.
- Tidak semena-mena terhadap orang lain.
- Menjunjung tinggi nilai kemanusiaan.
- Gemar melakukan kegiatan kemanusiaan.
- Berani membela kebenaran dan keadilan.
- Bangsa Indonesia merasa dirinya sebagai bagian dari seluruh umat manusia, karena itu dikembangkan sikap hormat-menghormati dan bekerja sama dengan bangsa lain.
- 3. Persatuan Indonesia
- Menempatkan kesatuan, persatuan, kepentingan, dan keselamatan bangsa dan negara di atas kepentingan pribadi atau golongan.
- Rela berkorban untuk kepentingan bangsa dan negara.
- Cinta tanah air dan bangsa.
- Bangga sebagai bangsa Indonesia dan bertanah air Indonesia.
- Memajukan pergaulan demi persatuan dan kesatuan bangsa yang ber-Bhinneka Tunggal Ika.
- 4. Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan dan perwakilan
- Mengutamakan kepentingan negara dan masyarakat.
- Tidak memaksakan kehendak kepada orang lain.
- Mengutamakan musyawarah dalam mengambil keputusan untuk kepentingan bersama.
- Musyawarah untuk mencapai mufakat diliputi semangat kekeluargaan.
- Dengan iktikad baik dan rasa tanggung jawab menerima dan melaksanakan hasil musyawarah.
- Musyawarah dilakukan dengan akal sehat dan sesuai dengan hati nurani yang luhur.
- Keputusan yang diambil harus dapat dipertanggung jawabkan secara moral kepada Tuhan Yang Maha Esa, menjunjung tinggi harkat dan martabat manusia serta nilai-nilai kebenaran dan keadilan.
- 5. Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia
- Mengembangkan perbuatan-perbuatan yang luhur yang mencerminkan sikap dan suasana kekeluargaan dan gotong-royong.
- Bersikap adil.
- Menjaga keseimbangan antara hak dan kewajiban.
- Menghormati hak-hak orang lain.
- Suka memberi pertolongan kepada orang lain.
- Menjauhi sikap pemerasan terhadap orang lain.
- Tidak bersifat boros.
- Tidak bergaya hidup mewah.
- Tidak melakukan perbuatan yang merugikan kepentingan umum.
- Suka bekerja keras.
- Menghargai hasil karya orang lain.
- Bersama-sama berusaha mewujudkan kemajuan yang merata dan berkeadilan sosial.
Berdasarkan ketetapan MPR no. I/MPR/2003
- Sila pertama
- Bangsa Indonesia menyatakan kepercayaannya dan ketakwaannya terhadap Tuhan Yang Maha Esa.
- Manusia Indonesia percaya dan takwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa, sesuai dengan agama dan kepercayaannya masing-masing menurut dasar kemanusiaan yang adil dan beradab.
- Mengembangkan sikap hormat menghormati dan bekerja sama antara pemeluk agama dengan penganut kepercayaan yang berbeda-beda terhadap Tuhan Yang Maha Esa.
- Membina kerukunan hidup di antara sesama umat beragama dan kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa.
- Agama dan kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa adalah masalah yang menyangkut hubungan pribadi manusia dengan Tuhan Yang Maha Esa.
- Mengembangkan sikap saling menghormati kebebasan menjalankan ibadah sesuai dengan agama dan kepercayaannya masing-masing.
- Tidak memaksakan suatu agama dan kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa kepada orang lain.
- Sila kedua
- Mengakui dan memperlakukan manusia sesuai dengan harkat dan martabatnya sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa.
- Mengakui persamaan derajat, persamaan hak, dan kewajiban asasi setiap manusia, tanpa membeda-bedakan suku, keturunan, agama, kepercayaan, jenis kelamin, kedudukan sosial, warna kulit dan sebagainya.
- Mengembangkan sikap saling mencintai sesama manusia.
- Mengembangkan sikap saling tenggang rasa dan tepa selira.
- Mengembangkan sikap tidak semena-mena terhadap orang lain.
- Menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan.
- Gemar melakukan kegiatan kemanusiaan.
- Berani membela kebenaran dan keadilan.
- Bangsa Indonesia merasa dirinya sebagai bagian dari seluruh umat manusia.
- Mengembangkan sikap hormat menghormati dan bekerja sama dengan bangsa lain.
- Sila ketiga
- Mampu menempatkan persatuan, kesatuan, serta kepentingan dan keselamatan bangsa dan negara sebagai kepentingan bersama di atas kepentingan pribadi dan golongan.
- Sanggup dan rela berkorban untuk kepentingan negara dan bangsa apabila diperlukan.
- Mengembangkan rasa cinta kepada tanah air dan bangsa.
- Mengembangkan rasa kebanggaan berkebangsaan dan bertanah air Indonesia.
- Memelihara ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial.
- Mengembangkan persatuan Indonesia atas dasar Bhinneka Tunggal Ika.
- Memajukan pergaulan demi persatuan dan kesatuan bangsa.
- Sila keempat
- Sebagai warga negara dan warga masyarakat, setiap manusia Indonesia mempunyai kedudukan, hak, dan kewajiban yang sama.
- Tidak boleh memaksakan kehendak kepada orang lain.
- Mengutamakan musyawarah dalam mengambil keputusan untuk kepentingan bersama.
- Musyawarah untuk mencapai mufakat diliputi oleh semangat kekeluargaan.
- Menghormati dan menjunjung tinggi setiap keputusan yang dicapai sebagai hasil musyawarah.
- Dengan iktikad baik dan rasa tanggung jawab menerima dan melaksanakan hasil keputusan musyawarah.
- Di dalam musyawarah diutamakan kepentingan bersama di atas kepentingan pribadi dan golongan.
- Musyawarah dilakukan dengan akal sehat dan sesuai dengan hati nurani yang luhur.
- Keputusan yang diambil harus dapat dipertanggungjawabkan secara moral kepada Tuhan Yang Maha Esa, menjunjung tinggi harkat dan martabat manusia, nilai-nilai kebenaran dan keadilan mengutamakan persatuan dan kesatuan demi kepentingan bersama.
- Memberikan kepercayaan kepada wakil-wakil yang dipercayai untuk melaksanakan pemusyawaratan.
- Sila kelima
- Mengembangkan perbuatan yang luhur, yang mencerminkan sikap dan suasana kekeluargaan dan kegotongroyongan.
- Mengembangkan sikap adil terhadap sesama.
- Menjaga keseimbangan antara hak dan kewajiban.
- Menghormati hak orang lain.
- Suka memberi pertolongan kepada orang lain agar dapat berdiri sendiri.
- Tidak menggunakan hak milik untuk usaha-usaha yang bersifat pemerasan terhadap orang lain.
- Tidak menggunakan hak milik untuk hal-hal yang bersifat pemborosan dan gaya hidup mewah.
- Tidak menggunakan hak milik untuk bertentangan dengan atau merugikan kepentingan umum.
- Suka bekerja keras.
- Suka menghargai hasil karya orang lain yang bermanfaat bagi kemajuan dan kesejahteraan bersama.
- Suka melakukan kegiatan dalam rangka mewujudkan kemajuan yang merata dan berkeadilan sosial.